RINGKASNEWS.ID - Ribuan warga dari berbagai daerah di Jawa Barat memadati Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, pada Jumat (5/9/2025) malam untuk menyaksikan prosesi sakral Pelal Agung Panjang Jimat. Tradisi yang menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah itu selalu dinanti masyarakat setiap tahunnya.
Patih Anom Pangeran Raja Nusantara menuturkan, Panjang Jimat bukan sekadar acara seremonial, melainkan warisan leluhur yang menyimpan pesan mendalam.
“Semua yang dibawa dalam iring-iringan punya makna. Itu menggambarkan kelahiran manusia sekaligus mengingatkan kita pada kelahiran Nabi Muhammad SAW. Seorang pemimpin pun harus mampu melindungi dan menyejahterakan masyarakatnya,” ujarnya.
Prosesi dimulai dari Bangsal Panembahan. Para kiai penghulu, kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dan abdi dalem berbusana adat berjalan beriringan.
Mereka membawa 36 piring panjang dan 38 lilin pengiring yang masing-masing memiliki filosofi tersendiri. Iring-iringan berlanjut menuju Langgar Agung, diiringi lantunan selawat yang tak henti berkumandang.
Dalam barisan, sejumlah benda simbolik dibawa: lilin sebagai penanda kelahiran Nabi pada malam hari, air mawar dan kembang goyang yang melambangkan proses kelahiran, hingga tumpeng jeneng, nasi uduk, dan nasi putih sebagai harapan agar anak diberi nama baik dan menjadi pribadi berguna.
Begitu rombongan tiba di Langgar Agung, nasi jimat kembali ditata. Malam kian larut, namun suasana tetap khidmat saat Kitab Barzanji dilantunkan.
Tradisi dilanjutkan dengan pembukaan nasi jimat di ruang arum untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat. Sejumput nasi yang diterima dipercaya sebagai berkah, baik disantap bersama keluarga maupun disimpan di rumah.
"Sejak pertama kali digelar pada 1530, Panjang Jimat tak pernah absen dilaksanakan di Keraton Kasepuhan. Tradisi ini dianggap sebagai pengingat pentingnya keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menumbuhkan persatuan dan menjaga kesejahteraan rakyat," terang Patih Anom.
Malam itu, keraton juga menitipkan doa bagi bangsa. Di tengah situasi politik yang dinamis, doa ditujukan agar Indonesia tetap utuh, demokrasi berjalan sehat, dan kesejahteraan dapat dirasakan secara merata.
Pesan moralnya, para pemimpin diharapkan meneladani sikap Nabi Muhammad SAW dalam mengayomi umat, sekaligus membawa bangsa menuju kehidupan yang lebih adil dan damai.