RINGKASNEWS.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon mengumpulkan seluruh jajaran direksi, komisaris, dan pejabat eksekutif BPR se-Ciayumajakuning dalam evaluasi kinerja yang digelar Kamis (11/12/2025).
Agenda tahunan ini menjadi forum untuk meninjau perkembangan industri BPR sekaligus membahas langkah penguatan pengelolaan kredit bermasalah.
Kegiatan tersebut turut dihadiri Kepala OJK Provinsi Jawa Barat, Darwisman, Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib, serta Ketua Perbarindo Komisariat Cirebon, Agus Suprayitno.
Dengan kehadiran para pemangku kepentingan mencerminkan pentingnya konsolidasi industri BPR sebagai penopang pembiayaan UMKM di wilayah Ciayumajakuning.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib, menyampaikan bahwa BPR perlu memperbaiki kualitas aset agar tetap bertahan di tengah perubahan ekosistem perbankan.
“Ekosistem perbankan kini serba digital. Jika tidak adaptif dan tidak mau bertransformasi, BPR akan tertinggal. OJK menjalankan fungsi pembinaan, pengawasan, dan pendampingan secara optimal untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan,” tuturnya.
Agus menambahkan, penyelesaian kredit bermasalah membutuhkan pemahaman yang baik terhadap proses lelang agunan melalui KPKNL serta mekanisme gugatan jika diperlukan.
Kinerja BPR Ciayumajakuning Meningkat
Sementara itu, Kepala OJK Jawa Barat, Darwisman, mengapresiasi kinerja BPR Ciayumajakuning yang menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Per Oktober 2025, BPR di wilayah ini membukukan laba berjalan Rp66,37 miliar, berbalik dari kondisi rugi Rp35,49 miliar pada tahun lalu. Kenaikan pendapatan bunga kredit setelah perubahan metode perhitungan bunga dari flat ke anuitas menjadi salah satu pendorong utama.
Aset BPR tumbuh 9,77 persen menjadi Rp2,92 triliun, sementara DPK stabil di Rp2,32 triliun. Penyaluran kredit tercatat sedikit turun 1,03 persen menjadi Rp2,03 triliun.
Untuk tingkat provinsi, kinerja BPR dan BPRS di Jawa Barat digambarkan moderat. Total aset mencapai Rp33,48 triliun atau tumbuh 3,23 persen, namun rasio kredit bermasalah meningkat dari 12,06 persen menjadi 14,35 persen. Laba juga menurun 28,40 persen menjadi Rp0,12 triliun.
“Tantangan BPR ke depan tidak ringan. Tata kelola harus diperkuat, manajemen risiko harus berjalan, dan kepatuhan tidak bisa ditawar,” ucap Darwisman.
Ia memaparkan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan BPR, mulai dari efektivitas pengawasan dewan komisaris, penerapan GCG yang konsisten, penguatan audit internal, hingga pengelolaan risiko kredit yang lebih ketat.
BPR Diminta Tetap Fokus pada UMKM dan Transformasi Layanan
Darwisman menambahkan, BPR tetap menjadi ujung tombak layanan keuangan di level kecamatan dan desa. Karena itu, dukungan kepada pelaku UMKM harus tetap menjadi prioritas sejalan dengan terbitnya POJK No. 19 Tahun 2025 tentang kemudahan akses pembiayaan UMKM.
BPR juga diingatkan untuk mulai mengadopsi teknologi yang sesuai karakter bisnis dan meningkatkan kompetensi SDM secara bertahap.
Pendalaman Aspek Hukum dan Proses Lelang Agunan
Selain pemaparan dari OJK, kegiatan evaluasi ini menghadirkan pejabat dari Kejaksaan Negeri Kota Cirebon dan KPKNL Cirebon. Mereka menjelaskan aspek hukum terkait penyelesaian kredit bermasalah serta teknis pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan sebagai langkah pemulihan aset.
Forum ini diharapkan memperkuat pemahaman peserta mengenai regulasi, legal framework, hingga implementasi teknis di lapangan.
Harapan untuk Pengelolaan Kredit yang Lebih Prudent
OJK Cirebon berharap evaluasi tahunan dapat mendorong peningkatan kualitas layanan, manajemen kredit yang lebih prudent, dan perbaikan profil risiko BPR. Sinergi dengan aparat penegak hukum dan KPKNL dinilai penting untuk mempercepat penyelesaian kredit bermasalah dengan kepastian hukum.
Dengan pengelolaan risiko yang lebih sehat, BPR di Ciayumajakuning diharapkan terus menampilkan kinerja yang solid dalam mendukung pertumbuhan sektor UMKM dan perekonomian daerah.