RINGKASNEWS.ID - Viral pengibaran bendera bergambar tengkorak bajak laut menyerupai simbol anime One Piece menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia menuai perhatian publik. Pemerintah menegaskan pentingnya menjaga kehormatan Bendera Merah Putih, sementara akademisi menilai fenomena ini sebagai bentuk ekspresi, bukan tindakan makar.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menekankan bahwa Merah Putih adalah simbol negara yang tidak bisa digantikan dengan lambang lain, apalagi dari fiksi.
“Mau suka atau tidak suka dengan pemerintah, itu hak warga. Tapi bendera Merah Putih bukan pilihan, itu keniscayaan. Tidak boleh diganti dengan yang lain,” ujar Hasan kepada wartawan, Senin (4/8/2025).
Hasan menanggapi beredarnya video pengibaran bendera bajak laut di beberapa tempat yang memicu perdebatan di media sosial. Meski demikian, ia mengaku belum pernah melihat langsung simbol tersebut dikibarkan di jalanan.
“Saya setiap hari berkendara, belum pernah lihat bendera bajak laut seperti itu,” ujarnya.
Pemerintah Ingatkan Soal Hukum Simbol Negara
Sikap lebih tegas disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan. Ia menyebut tindakan mengganti atau merendahkan posisi Bendera Merah Putih merupakan pelanggaran serius.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat 1 melarang pengibaran Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun,” kata Budi, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, bulan kemerdekaan seharusnya menjadi waktu untuk mengenang perjuangan para pahlawan, bukan ajang provokasi dengan simbol-simbol yang tidak memiliki keterkaitan dengan sejarah nasional.
“Jangan rendahkan simbol negara dengan tindakan yang bisa memancing polemik. Pemerintah akan mengambil langkah tegas dan terukur bila ada unsur kesengajaan atau provokasi,” tegasnya.
Pakar Hukum: Ekspresi Sosial, Bukan Makar
Di sisi lain, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya, Prof. Muhammad Ali Safa’at, menilai pengibaran bendera bergambar bajak laut belum bisa dianggap sebagai tindakan makar.
“Kalau itu disebut makar, harus mewakili organisasi atau paham yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah. Kalau tidak, itu ekspresi,” ujar Ali, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, fenomena ini lahir dari dua motivasi: mengikuti tren media sosial atau menyampaikan kritik sosial terhadap kemapanan.
“Simbol bajak laut seperti di One Piece kerap dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap ketimpangan atau kekuasaan besar. Tapi tidak otomatis berarti makar,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan masyarakat agar tidak mencampuradukkan simbol fiksi dengan simbol negara, terutama jika menyangkut Bendera Merah Putih.
“Selama tidak menempelkan lambang bajak laut di tengah Merah Putih, dan ukurannya lebih kecil atau dikibarkan terpisah, itu tidak jadi masalah secara hukum,” katanya.
Ali menegaskan pentingnya membaca konteks setiap ekspresi, agar tidak terburu-buru menarik kesimpulan yang mengarah pada kriminalisasi.